Dalam Kitab tafsir Fi Zhilalil-Qur’an disebutkan permintaan Nabi Muhammad SAW. kepada sahabatnya, Ibnu Mas’ud RA., untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Tentu permintaan itu membuat bingung Ibnu Mas’ud karena Rasulullah pasti lebih hafal dan lebih baik dalam membaca Al-Qur’an karena langsung dibimbing malaikat Jibril AS.Rasulullah hanya menjawab, “Saya hanya ingin mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari orang lain.” Kemudian, Ibnu Mas’ud pun mulai membaca ayat-ayat Al-Qur’an sehingga tiba pada QS. An Nisaa : 41 yang kemudian diminta berhenti oleh Rasulullah.Ibnu Mas’ud menyaksikan Rasulullah mengeluarkan air matanya. Ternyata ayat itu berbunyi,Maka bagaimanakah [halnya orang kafir nanti], apabila Kami mendatangkan seseorang saksi [rasul] dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu [Muhammad] sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umat-mu).Nabi Muhammad sebagai nabi termulia berlinang air mata karena menerawang jauh ke depan terhadap nasib umatnya. Nabi merasa bertanggung jawab terhadap masa depan kaumnya dan tidak menginginkan umatnya menjadi umat yang lemah, baik lemah fisik, lemah sosial, lemah pendidikan, apalagi lemah keimanannya.Al-Qur’an dengan tegas menyatakan pesannya agar kaum Muslimin tidak meninggalkan generasi mendatang yang lebih lemah. Yakni, QS. An Nisaa : 9,Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka….Kalau Nabi Muhammad saja sampai menangis tersedu-sedu karena khawatir terhadap umatnya, bagaimana dengan kita sebagai pemimpin ? Bisa pemimpin di keluarga, lingkungan rumah, lembaga pendidikan, apalagi pemimpin masyarakat dan daerah.Mengenai air mata ini, Ibnu Qayyim membaginya dalam sepuluh jenis. Yakni, air mata tangisan kasih sayang, air mata karena takut dan khawatir, air mata cinta dan rindu, air mata sebab gembira dan bahagia, dan air mata akibat beban hidup yang berat. Jenis air mata lainnya adalah air mata kesedihan, air mata akibat kelemahan dan tidak mampu mengerjakan sesuatu, air mata kemunafikan, air mata kepalsuan, dan air mata solidaritas.Kalau kita perhatikan dari sepuluh jenis air mata itu ternyata terbagi dalam dua bagian, yaitu air mata tangisan karena keluar dari lubuk hati paling dalam dan air mata yang mengelabui (air mata buaya), dan akibat kemasukan benda seperti cabai.Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof. Dr. H. Nazaruddin Umar, pernah mengungkapkan sebuah penelitian ilmuwan Jerman dan Amerika Serikat mengenai air mata. Hasil penelitian itu mengungkapkan, air mata yang keluar akibat kemasukan benda seperti terkena cabai atau saat mengiris bawang merah ternyata tidak mengandung zat-zat berbahaya. Sementara air mata yang keluar dari lubuk hati paling dalam ternyata mengandung toksin atau racun sehingga proses tersebut merupakan upaya mengeluarkan racun (detoksifikasi), sehingga kalau tidak dikeluarkan akan berpengaruh buruk kepada lambung.Keluarnya air mata jangan dimaknai sebagai pribadi yang cengeng. Malah bisa jadi air mata memantulkan kekuatan batin dan kedalaman akan penghayatan terhadap sebuah masalah di masyarakat. Bahkan, air mata yang keluar saat shalat tahajud maupun berdoa merupakan upaya ampuh mengusir setan dan menggapai ridha Allah.Keluarnya air mata juga membuat lega pikiran, hati, maupun perasaan orang tersebut. Bahkan, di kalangan sufi terkenal dengan kondisi matanya yang sembap karena kerap menangis saat beribadah dan berdoa kepada Allah SWT.Air mata yang keluar dari lubuk paling dalam merupakan kewajiban bagi seorang pemimpin umat, pejabat, pengusaha, kepala sekolah dan rektor, guru dan dosen, karena sebagai pencerminan rasa tanggung jawab akan amanah yang diembannya. Mereka merasa takut (khauf) apabila tidak bisa menjalankan amanah yang diberikan kepadanya. Dampaknya akan keluar mata air yang bening dan jernih sehingga bisa membuat kemakmuran dan kesejahteraan di lingkungannya masing-masing.Namun, jangan sampai pemimpin, pejabat, pengusaha, kepala sekolah / rektor, guru dan dosen mengeluarkan air mata buaya. Air mata jenis itu hanya menampakkan kemunafikan dan kepalsuan, malah sebatas upaya untuk menarik lalu memasang perangkap untuk memakan mangsanya. Air mata kepalsuan saat ini banyak dimainkan sebagian pejabat dengan alasan demi untuk membentuk citra baik bagi masyarakat.Dari air mata tulus akan keluar mata air yang mengalirkan kesejahteraan, ketenangan, dan ketenteraman bagi masyarakat. Air mata para pemimpin yang merasa takut kepada Allah (khasyyatullah) akan membawa rahmat bagi masyarakat dan lingkungan. Karena pemimpin yang bertakwa akan menjalankan amanahnya seoptimal mungkin, sehingga tidak terjebak kepada sikap dan perilaku sebatas agar dipilih kembali oleh rakyatnya. Semoga !***KH. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi.Sumber, Pikiran Rakyat, 12 Mei 2011
WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter
Artikel Populer
-
-
5 Februari 2020 Dekan, Kolom Pimpinan
-
18 Desember 2019 Dekan, Kolom Pimpinan
Inspiratif
Pojok Rektor
Berita Utama
-
23 Desember 2024
-
UIN Bandung Masuk 15 PTN Bereputasi Versi Scimago 2024
22 Desember 2024 -
Hari Ibu: Menag Harap Kaum Perempuan Makin Berdaya
22 Desember 2024 -
20 Desember 2024