Perencanaan strategis (strategic planning) diakui sebagai alat efektif pengendalian keberhasilan organisasi. Dia berkembang pesat di dunia organisasi lembaga dan perusahaan.
Pertama, perencanaan strategis memastikan organisasi mempunyai tujuan. Rumusan tujuan harus tegas, terukur, memiliki parameter, dan setiap parameter terdapat sub-sub indikator. Tujuan dirumuskan berdasarkan arah kebijakan nasional atau internasional. Hal terpenting adalah tujuan ditetapkan dengan memperhatikan kondisi objektif, kapasitas, dan kesiapan segenap elemen organisasi untuk menggapai tujuan. Terciptalah apa yang disebut dengan tujuan bersama berdasarkan komitment bersama melalui kesepakatan dan kesiapan kumpulan undividu elemen organisasi tadi.
Bisa jadi sebuah organisasi menetapkan tujuan yang tidak realitik dalam arti terlalu melambung tinggi tidak sesuai dengan kesiapan, kondisi objektif, dan kapasitas. Atau sebuah tujuan yang ditetapkan tanpa memiliki fokus sesuai dengan arah kebijakan. Hal ini dapat dikatakan sebagai tujuan yang menyimpang dari arah kebijakan. Sehingga penting dilakukan tinjauan terhadap kondisi objektif dan arah kebijakan. Tujuan yang menyimpang atau tidak sejalan dengan arah kebijakan akan menyebabkan tindakan dan langkah-langkah organisasi tidak relevan dengan issue yang berkembang. Sebaliknya, bila arah kebijakan diperhatikan, maka tindakan dan langkah-langkah organisasi otomatis akan mendapat justifikasi dan penguatan dari berbagai pengaturan (regulation). Demikian halnya, tujuan tanpa tinjauan kondisi objektif maka dia hanya akan menjadi catatan dalam kertas saja.
Kedua, tujuan akan dicapai melalui proses. Dia terdiri atas komponen utama dan komponen pendukung. Perumusan proses memperhatikan efektifitas dan efisiensi. Berbagai komponen utama dipastikan menopang terhadap efektifitas pencapaian tujuan. Oleh karena itu, selalu harus dicarikan komponen utama yang paling efektif. Komponen utama akan didukung oleh komponen-komponen pendukung dengan memperhatikan efisiensi. Perlu diperhatikan efisiensi yang tidak mengurangi kuantitas dan kualitas output dari sebuah proses. Selain langkah-langkah strategis (maslahat) sejalan dengan tujuan, sebuah proses mesti memastikan output yang menjadi indikator pencapaian tujuan.
Boleh jadi sebuah proses berlangsung tanpa pengendalian bagi tercapainya tujuan. Sehingga proses tersebut akan menghabiskan waktu tanpa menghasilkan keluaran yang menjadi parameter tujuan terwujud. Oleh karena itu, terhadap proses perlu dilakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi. Dalam hal ini dianalisis faktor-faktor hambatan sebuah proses dengan dicarikan solusinya yang paling efektif dan efisien. Sehingga sebuah proses dipastikan menghasilkan output yang menjadi indikator tujuan secara tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran. Sebuah proses tanpa pengendalian maka akan berupa rutinitas yang tidak strategis atau tidak maslahat. Tentu juga hanya menjadi pemborosan tanpa hasil yang terkendalikan.
Ketiga, tujuan dan proses untuk memastikan output yang menjadi barometer tujuan tidak cukup masih diperlukan people atau masyarakat kumpulan individu organisasi. Pada kasus ini, penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menempati peranan yang sentral. Kumpulan individu mesti menjalankan proses untuk menghasilkan output yang menjadi indikator tujuan. Oleh karena itu, kapasitas SDM kumpulan organisasi harus dikuatkan dan dikembangkan. Setiap masing-masing kumpulan individu di dalam organisasi akan menempati peran-peran struktur dengan tugas-tugas yang pasti. Perlu dilakukan treatment terhadap SDM peran-peran struktur agar masing-masing dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam hal ini, SDM unggul yang memastikan pencapaian tujuan organisasi sangat dibutuhkan.
Pelatihan efektif sangat dibutuhkan untuk pengembangan kapasitas SDM. Setiap kumpulan individu harus ditingkatkan kapasitasnya. Harus disediakan fasilitas penguatan SDM agar berkembang kapasitasnya secara tidak terbatas. Pencapaian tujuan organisasi akan bergantung pengembangan kapasitas SDM. Penghargaan dan apresiasi perlu diberikan untuk SDM tata kelola yang berintegritas, kreatif, produktif, inovatif, berprestasi, dan teladan. Sebaliknya, individu yang tidak bersedia mengembangkan kapasitasnya perlu dipertimbangkan keberadaannya sesuai peraturan yang berlaku. Pastinya, setiap individu adalah assets, modalitas, dan potensialitas. Setiap individu sangat mungkin berkembang kapasitasnya dengan tidak terbatas bergantung kesediaan, kesiapan, komitment, dan integritas.
Jelaslah perencanaan strategis sangat memperhatikan tiga fokus utama, yakni tujuan, proses, dan people. Selanjutnya, assessment tidak bisa dielakan. Ibarat sebuah kendaraan, assesor berperan sebagai supir (driver) dalam sebuah organisasi yang melakukan assessment apakah roda organisasi berjalan menuju tujuan ataukah berjalan tetapi berkelok dari tujuan. Hal ini dilakukan oleh pengendalian dan penjaminan mutu internal. Tentu terlebih dahulu ditetapkan standar penjaminan mutu internal. Selebihnya adalah assement eksternal, baik nasional maupun internasional. Lebih baik bila standar penjaminan mutu internal lebih tinggi parameternya dibandingkan dengan parameter standar penjaminan mutu eksternal untuk menampilkan keunggulan yang kompetitif.
Tulisan ini hanya anotasi sederhana tentang perencanaan strategis. Perumusan perencanaan strategis mesti ditopang oleh metodologi yang paling mutakhir sebagaimana dimiliki oleh para ahli di bidang perkembangan perencanaan strategis. Tulisan ini hanya pintu masuk tentang pentingnya perencanaan strategis termasuk dalam pengembangan lembaga pendidikan tinggi.
Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag., Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.