UINSGD.AC.ID (Humas) — Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) menjadi salah satu barometer penting dalam menilai kualitas pelayanan yang diberikan selama penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah.
Berdasarkan data perkembangan IKJHI dari tahun 2010 hingga 2024, kita dapat melihat adanya tren positif yang menunjukkan komitmen dan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan bagi jemaah haji, sebagaimana tersaji pada tabel perkembangan IKJHI dari tahun 2010-2024.
Dalam kurun waktu 14 tahun tersebut, berbagai upaya dan perbaikan nyata berhasil dilakukan, meskipun harus diakui bahwa ada beberapa tantangan yang perlu terus diatasi.
Dari grafik di atas secara keseluruhan, dari tahun 2010 hingga 2024, skor IKJHI secara keseluruhan mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010, indeks berada di angka 81,45, dengan kategori memuaskan. Beranjak dari tahun tersebut, pada tahun 2022, indeks mencapai puncaknya di angka 90,45, sebuah pencapaian yang luar biasa dan patut diapresiasi. Lonjakan besar ini mengindikasikan adanya peningkatan pelayanan yang signifikan, terutama dalam respons terhadap perubahan yang dibawa oleh pandemi COVID-19.
Peningkatan ini tidak datang begitu saja. Jika menilik periode 2012 dan 2013, indeks sempat menurun, yang bisa jadi dipengaruhi oleh tantangan operasional maupun kondisi eksternal di Arab Saudi. Namun, yang patut diapresiasi adalah kemampuan penyelenggara untuk bangkit dari penurunan tersebut, yang menunjukkan fleksibilitas dan respons cepat dalam menyesuaikan layanan dengan kebutuhan jemaah. Setelah 2013, indeks mulai kembali naik, dan stabil pada kisaran 82 hingga 85 poin, menunjukkan kualitas layanan yang terus membaik dari tahun ke tahun.
Puncak kepuasan pada tahun 2022 patut dilihat dalam konteks adaptasi dan inovasi di tengah pandemi. Dalam situasi sulit, penyelenggara haji mampu menghadirkan layanan yang lebih efisien dan memuaskan. Penggunaan teknologi dalam manajemen jemaah, penerapan protokol kesehatan yang ketat, dan peningkatan kualitas pelayanan di lapangan menjadi faktor utama yang berkontribusi pada pencapaian skor tertinggi tersebut. Dalam hal ini, pemerintah berhasil memanfaatkan berbagai fasilitas tersedia untuk meningkatkan transparansi, aksesibilitas, dan kenyamanan bagi jemaah.
Pada tahun 2023 memang terdapat penurunan di mana skor IKJHI turun menjadi 85,83. Meskipun begitu, penurunan ini tidak menurunkan kualitas layanan secara drastis karena masih berada dalam kategori memuaskan. Hal ini wajar mengingat berbagai dinamika penyelenggaraan ibadah haji yang melibatkan ratusan ribu jemaah, di mana kendala operasional dan perubahan kebijakan pemerintah Saudi.
Menariknya, pada tahun 2024, indeks kembali naik dengan signifikan hingga 88,20, memperlihatkan bahwa penyelenggara mampu mengambil pelajaran dari penurunan sebelumnya dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memperbaiki layanan. Ini mencerminkan adanya komitmen yang kuat untuk menjaga standar tinggi dalam pelayanan haji. Kenaikan ini bukan hanya hasil dari peningkatan fasilitas fisik atau logistik, tetapi juga dari bagaimana pemerintah mendengarkan keluhan dan masukan jemaah, serta menerjemahkannya ke dalam kebijakan yang lebih baik.
Dalam jangka panjang, data ini menunjukkan keberhasilan penyelenggara haji dalam mempertahankan dan meningkatkan kepuasan jemaah. Meskipun terdapat beberapa penurunan di tahun-tahun tertentu, tren keseluruhan menunjukkan arah yang positif. Peningkatan kualitas dari aspek logistik, akomodasi, hingga pelayanan kesehatan menjadi bukti nyata bahwa penyelenggara tidak berhenti berinovasi demi memberikan pengalaman ibadah yang optimal.
Secara objektif, adalah patut apabila kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada penyelenggara ibadah haji yang telah bekerja keras di balik layar. Ibadah haji merupakan salah satu kegiatan logistik besar, yang melibatkan ratus ribu jamaah setiap tahunnya. Kualitas pelayanan yang terus membaik dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa pemerintah, bersama para petugas haji, telah berhasil mengelola tantangan yang ada dengan sangat baik.
Rosihon Anwar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung.