UINSGD.AC.ID (Humas) — Ada rasa yang tak biasa, ketika melayani para tamu Allah di bulan Rabiul awal. Terlebih ketika ibadah umrah yang kami tunaikan bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul awal. Tanggal dimana Baginda Nabi lahir ke muka bumi untuk selanjutnya membawa misi, menebar dan menabur risalah suci. Membumikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Bahagia, sedih, haru dan segenap rasa lainnya menyatu mengharu biru. Dengan balutan kain ihram, dalam thawaf, sa’i dan tahalullul, segenap potensi ruhani terhimpun dalam rindu yang menggebu dan satu dalam tuju ingin bertamu dan bertemu dengan kekasih hati, Baginda Nabi.
Bila bertemu, ingin sekali rasanya menatap sejuk wajahnya, memeluk hangat badannya, khusu mendengarkan fatwanya dan curhat tentang segala masalah yang menimpa umat Islam hari ini.
Kerinduan ini sedikit terobati, ketika membaca Qs At-Taubah ayat 128-129. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
Dalam petunjuk ayat ini, baginda Nabi adalah sosok yang sangat peduli terhadap kesulitan umatnya (azizun alaihi ma anittum), Beliau begitu simpatik, empatik, dan respektif atas derita apapun yang dihadapi umatnya.
Hal ini sejatinya menjadi teladan bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat di negeri ini yang kerap kali terjebak pada sikap narsistik. Dimana mereka begitu Enjoy dengan jabatan dan kekuasanya, enjoy dalam akrobat dan manuver politiknya, tanpa sedikitpun peka atas derita rakyatnya.
Baginda Nabipun begitu besar kecintaan kepada ummatnya untuk memiliki keimanan dan keselamatan (harisun alaikum bilmukminin). Kecintaan beliau pada ummatnya adalah kecintaan yang tulus bukan modus. Disimpulkan demian sebab cinta baginda Nabi kepada umatnya hanya ingin dibalas dengan kukuh dan kokoh keimanan umatnya pada Allah.
Sementara di sini dan di negeri ini kecinataan para penguasa kepada rakyatnya hanyalah modus, yakni kecintaan yang dilakukan sekedar tebar pesona, untuk kepentingan suara dan kepentingan pragmatis lainnya. Baginda Nabi amat besar belasan kasih dan kasih sayangnya kepada orang-orang yang beriman.
Sementara terhadap orang-orang yang menentang ajarannnya, kepribadian baginda Nabi tergambar pada ayat ke 129 masih dalam Qs.At- Taubah; “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”
Pada ayat ini baginda Nabi digambarkan sebagai sosok hamba yang teramat dekat dengan Rabbnya. Hingga ketika ikhtiar menyeru umat manusia ke jalan Tuhannya telah dilakukan dengan maksimal, sementara ummat yang diserunya malah berpaling. Beliau serahkan hasilnya dengan bertawakkal kepada Allah. Beliau tidak menghakimi apalagi mengobral kebencian.
Dalam perjalan umrah di bulan maulid, segenap potensi jasadi dan ruhani sekan dibawa mendaki untuk berada sedekat mungkin dengan Baginda Nabi. Ayat-ayat yang menggambarkan sosok paripurna Beliau beserta sejumlah referensi lainnya, menjadi pemandu arah bagi diri ini untuk semakin terus mendekatinya.
Hingga ketika berada di depan pusara beliau, di makbarah di samping raudhah, di dalam masjid Nabawi. Dengan derai air mata, diri ini lirih menyapa, salam untukmu ya rasulullah, salam untukmu ya habiballah, salam untukmu ya mustafa, salam untukmu ya mujtaba, Salam untukmu wahai kekasihku.
Aang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung