UINSGD.AC.ID (Humas) — Dalam sebuah forum bedah buku berjudul “Artispun Bertuhan”, saya diskusi bersama salah satu narasumber artis kawakan bernama Deddy Dores, ia bertutur bahwa setelah mengalami berbagai kemewahan hidup dan kebebasan yang nyaris tanpa batas, pada akhirnya manusia akan rindu untuk kembali pada Tuhannya. Ia sampaikan bahwa perjalanan spiritual dirinya dipantik oleh fenomena sederhana namun baginya sarat makna.
Mas Deddy bercerita, suatu saat ia mengendarai mobil di jalan yang berlobang penuh air kotor bekas hujan kemudian ia lindas lobang tersebut lalu air pun menyembur dan mengenai seorang pejalan kaki yang terlihat miskin dan lusuh. Ia menuturkan bahwa pejalan kaki itu tidak terlihat marah, cukup berusaha membersihkan menepuk-nepuk pakaian kotor dan basah dengan kedua tangannya.
Bagi Deddy Dores peristiwa tersebut mengusik pikirannya, ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Jika terjadi pada diri saya, mungkinkah saya bisa memafkan pengendara mobil yang tak beradab seperti dirinya?
Sosok orang miskin tersebut bagi Deddy Dores sangat inspiratif untuk mendapat ketenangan hidup. Sejak saat itu, ia menyampaikan hidupnya gelisah. Kegelisahan itu semakin menjadi-jadi hingga ia sengaja mengahabiskan seluruh hartanya dengan berjudi di Singapura dan ia menyampaikan kesaksiannya bahwa saat hadir di forum bedah buku itu sedang dalam keadaan sedang menikmati ketenangan dalam kesederhanaan hidup.
Kisah ini memberi pelajaran berharga bahwa ketenteraman dan ketenangan hidup merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan untuk meraihnya dibutuhkan episode pencarian. Pada episode ini, spiritualitas terutama dalam konteks Islam selalu hadir memberi jawaban. Kalangan yang sudah mapan biasanya mendapat sorotan dalam pencarian ketenangan. Dapat disaksikan, terdapat jemaah haji atau umrah yang datang dari kalangan selebritis baik nasional maupun internasional, ada yang bertato bahkan ditemukan pula jemaah umrah yang tampak perempuan namun memakai kain ihram laki-laki, ternyata ia seorang transgender.
Spiritualitas merupakan dasar semangat upaya menghadirkan kesadaran diri dengan cara tertentu untuk meraih ketenangan dan ketenteraman. Dasar semangat yang dimaksud yaitu pancaran energi positif yang terhubung dengan sumbernya yaitu Allah SWT. Sehingga agar energi tersebut terhubung, Allah memerintahkan untuk senantiasa dzikir.
Al-Qur an menyebut kata dzikir sebagai penyerta yang tak terpisahkan dari ibadah ritual seperti shalat dan haji, umrah dengan kata dzikir. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk dzikir, mengingat-Ku”. Q.S. Ṭāhā [20]:14. Begitupula tentang haji, Allah SWT berfirman: “Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji). Apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam (Muzdalifah). Berdzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Q.S. Al-Baqarah [2]:198.
Bagi sebagian kalangan, dzikir merupakan ritual keagamaan, namun bagi kalangan tertentu dzikir dipahami sebagai pemantik spiritualitas yang mampu menghadirkan nilai-nilai kesadaran manusia. Tujuannya untuk mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan baik untuk diri sendiri maupun orang dan makhluk lain. Dengan demikian, kualitas kebahagiaan manusia sangat bergantung pada spiritulitasnya. Adapun kebahagiaan hakiki hanya akan diraih oleh kualitas spiritualitas yang tak berbatas, dan untuk mengetahuinya harus merasakannya.
Wallahu a’lam
Rohmanur Aziz, Pembimbing Tours & Travel Mumtaz Bandung dan Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (Islamic Community Development) FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung.