UINSGD.AC.ID (Kampus II) — Konsorsium Keilmuan Wahyu Memandu Ilmu (WMI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Seminar Literasi Pendidikan Anti Korupsi bertajuk Edukasi Anti Korupsi sebagai Kunci Emas Menuju Generasi Pemimpin Berintegritas yang berlangsung di Aula Fakultas Ushuluddin, Jl. Soekarno-Hatta, Cimencrang, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (22/2/2024).
Seminar literasi ini dihadiri oleh Wakil Rektor 1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. H. Dadan Rusmana, M.Ag., Ketua Konsorsium Keilmuan WMI, Prof. Dr. H. Supiana, M.Ag., Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag., dan Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. H. Ahmad Sarbini, M.Ag.
Dengan menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asvera Primadona, SH., MH. dan Erik Meza Nusantara, SH., MH. yang dipandu oleh Dr. Bambang Samsul Arifin, M.Pd.
Dalam sambutannya, Ketua Konsorsium Keilmuan WMI, Prof. Dr. H. Supiana, M.Ag., menegaskan, pendidikan anti korupsi ini harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum di setiap program studi. “Informasi yang akan disampaikan oleh narasumber pada seminar ini memiliki nilai yang sangat penting, sebab dapat menjadi bahan masukan yang berharga untuk pengembangan kurikulum di masing-masing prodi dan fakultas, terutama dalam konteks pencegahan korupsi,” tegasnya.
Dengan mengakui urgensi pemahaman akan bahaya korupsi serta upaya pencegahannya, Prof. Supiana menggarisbawahi, “Peran seminar ini sangat penting dalam memberikan kontribusi nyata terhadap pembentukan generasi pemimpin yang memiliki integritas tinggi,” jelasnya.
Saat membuka acara Wakil Rektor I UIN Bandung, Dr. H. Dadan Rusmana, M.Ag., menekankan bahwa seminar ini penting karena materinya terkait pendidikan anti korupsi. “Tema ini merupakan mandat dari KPK dan Kemenag RI, yang menekankan perlunya penekanan pada topik anti korupsi untuk meningkatkan kesadaran hukum dan etika, serta mencegah tindakan korupsi,” paparnya.
Pentingnya penyisipan materi anti korupsi ke dalam mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa. “Nilai-nilai anti korupsi yang nanti disampaikan narasumber akan direformulasi oleh WMI, Fakultas, dan Prodi ke dalam topik perkuliahan dan kurikulum,” tandasnya.
Untuk Prodi yang sudah memiliki mata kuliah terkait pencegahan anti korupsi, “Jika ada Prodi yang sudah memiliki mata kuliahnya secara spesifik, tentu sudah terpenuhi. Namun, bagi Prodi yang belum, maka harus ada mata kuliahnya yang spesifik,” tuturnya.
Karenanya, kolaborasi antara lembaga-lembaga terkait untuk menyelaraskan kurikulum guna memastikan integrasi yang tepat dari pendidikan anti korupsi dalam lingkungan akademik.
Sebelum memulai pemaparan narasumber, moderator, Dr. Bambang Samsul Arifin, M.Pd., memantik topik ini dengan menyampaikan bahwa bahasan anti korupsi sangat penting karena para pelaku korupsi sudah menjadi ‘wabah’ yang merusak bangsa Indonesia, baik dalam politik sosial maupun budaya. Kata ‘korupsi’ sudah dikenal luas oleh seluruh kalangan, baik terpelajar maupun tidak.
Namun di sisi lain, Dr. Bambang menambahkan bahwa anehnya, pelaku korupsi itu justru berasal dari kalangan terpelajar, terdidik, dan jarang sekali orang awam. “Koruptor adalah mereka yang menduduki jabatan strategis dan yang sepatutnya jadi teladan bagi bangsa,” tandasnya.
Dalam paparannya, Asvera Primadona, SH., MH., menggambarkan korupsi sebagai hasil dari budaya permisif terhadap praktik-praktik koruptif yang telah mengakar dalam masyarakat. “Tindakan memberi dan berbagi seringkali dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan ketika itu sebenarnya merupakan bentuk korupsi,” ujarnya.
Penyebab korupsi diantaranya: pertama, karena tekanan kebutuhan, misalnya seperti adanya kebutuhan biaya pendidikan yang tinggi sehingga mendorong orang untuk menerima bantuan yang sebenarnya tidak semestinya. Kedua, keserakahan yang mendorong seseorang untuk memaksakan diri mencari keuntungan lebih, terutama ketika gaya hidup semakin tinggi. “Ketiga, korupsi yang diatur secara sistematis dan terencana, yang disebutnya sebagai korupsi by design. Dalam konteks ini pentingnya tidak melakukan pilih-pilih dalam menegakkan hukum, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun, tanpa memandang jabatan atau status sosial,” tegasnya.
Asvera Primadona menekankan bahwa masyarakat Indonesia sering mengukur kesuksesan seseorang dari harta benda yang dimiliki. “Jika itu sebenarnya tidak diperlukan. Masyarakat kita mengukur dari harta benda yang dimiliki, meskipun sebenarnya tidak butuh. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam memerangi korupsi, karena budaya yang menghargai kekayaan material secara berlebihan,” jelasnya.
Erik Meza Nusantara, SH., MH., menjelaskan tentang tugas dan wewenang Kejaksaan di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Pemahaman yang mendalam tentang peran serta Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan menjaga ketertiban hukum di bidang-bidang tersebut, serta bagaimana upaya-upaya konkret yang dilakukan oleh lembaga tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Asvera Primadona, SH., MH., memberi pesan kepada semua civitas akademika terutama dosen agar memberi contoh yang baik pada para mahasiswanya. “Mulailah jangan jual diktat ke mahasiswa. Terkait penilaian juga, janganlah dibiasakan begitu (harus memberi) sesuatu. Mulai dengan pencegahan, harus banyak disampaikan, ditularkan ke mahasiswa. Apa pun, apa adanya saja. Karena kalau sudah masuk tahap penindakan (pidana) berat sekali,” pungkasnya. [PS].