(UINSGD.AC.ID)-Sejak diresmikan, Jumat, 30 Desember 2022 hingga kini, Masjid Raya Al-Jabbar yang terletak di Kawasan Gedebage, Kota Bandung tetap viral, selalu menjadi trending topik media sosial dan sosial media. Selain karena jumlah pengunjung yang terus membludak hingga puluhan ribu orang dari berbagai pelosok Jawa Barat, bahkan luar Jawa Barat, juga dihiasi dengan cerita-cerita unik, menarik, bahkan nyentrik. Mulai dari kolam-kolam kecil menjadi tempat berenang anak-anak, pesta joget “tiktokan” di sekitar masjid, konflik parkir, anak jatuh, membludaknya pedagang kaki lima, dan cerita-cerita lainnya yang membuat warga makin penasaran.
Padahal masjid besar di Jawa Barat banyak, tetapi jarang yang setelah diresmikan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan menjadi pusat perhatian, bahan pergunjingan, dan terus dikunjungi ribuan warga. Entah berapa puluh ribu foto dan video selfie yang menghiasi media sosial dan sosial media dengan berbagai platform, seperti Facebook, Instagram, TikTok, Twitter, YouTube, whatshApp, dan yang lainnya.
Masjid Al-Jabbar memang menarik, bahkan jauh sebelum peresmian sudah memikat hati banyak orang, sehingga foto dan swavideo pun sudah lama menghiasi media sosial. Panjangnya waktu pembangunan sampai peresmian (2017-2022) menanamkan rasa penasaran mendalam pada warga. Apalagi, kawasan sekitar Al-Jabbar arena berlalu-lalang banyak orang. Gedebage nyaman untuk berolahraga karena dekat dengan Gelora Bandung Lautan Api. Ketika Persib bermain kandang, puluhan ribu pasang mata bobotoh melahap bangunan Al-Jabbar. Ada juga kawasan perumahan elit bertaman indah dan nyaman untuk bersepeda dan jogging, ribuan pasang mata mereka pun menyantap Al-Jabbar.
Al-Jabbar dibangun di lahan sekitar 25 ha dengan kapasitas jemaah sekitar 30.000 orang. Pada masjid itu, terdapat 27 pintu menyimbolkan 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan simbol desain batik Kota dan Kabupaten masing-masing. Di area bawah masjid terdapat museum digital perjalanan peradaban Islam di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Posisi masjid pun seolah terapung di tengah danau, sehingga seringkali disebut Masjid Terapung.
Lingkungan indah, arsitektur bangunan unik dan sensual, diekspos besar-besaran dengan konten mewah sebagai mahakarya arsitek Ridwan Kamil, maka menjelmalah Masjid Al-Jabbar. Al-Jabbar bukan hanya sarana ibadah umat Islam, melainkan juga tempat wisata menarik bagi warga Indonesia, bahkan warga dunia. Wajarlah setiap hari berjubel pengunjung yang tidak hanya untuk shalat berjamaah atau menuntut ilmu agama, tetapi juga berwisata, hiburan, piknik, bahkan botram.
Namun, sampai kapankah realitas itu berlangsung karena di antara Al-Jabbar menjadi icon Bandung dan kebanggaan warga Jabar, problem sosial pun menyertainya. Kemacetan lalu lintas sering kali terjadi, sampah berserakan, parkir semrawut, isu premanisme pemalakan, pedagang tidak teratur, dan problem lainnya.
Memakmurkan
Hadist Nabi S.A.W. mengajarkan, membangun masjid merupakan ibadah berpahala besar, dijanjikan istana di surga (Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi dari ‘Utsman bin Affan), memakmurkan masjid pun kewajiban bagi umat Islam yang beriman (Q.S:9:18). Oleh karena itu, pasca pembangunan Masjid Al-Jabbar, umat Islam yang beriman berkewajiban memakmurkannya.
Dalam etimologi bahasa, memakmurkan dari bahasa Arab, al imaarah, bermakna memelihara dan memperbaiki. Memakmurkan masjid menurut syariat, mencakup memakmurkan fisik dengan memperbaiki bangunan, memperindah arsitektur, membersihkan, dan memberikan pelayanan untuk masjid; Memakmurkan masjid non-fisik, menghidupkan berbagai ibadah seperti shalat, dzikir, kajian ilmu agama, membaca Al qur’an, berdakwah, dan lainnya. Syaikh Abdurrahman As Sa’di memaknai memakmurkan masjid membersihkan masjid dari najis, yang menyakiti seseorang, menjaga dari orang gila dan kafir, serta memperbanyak dzikrullah.
Masjid Al-Jabbar wajib dimakmurkan, bukan hanya diviralkan. Bahkan, dana memakmurkan sejatinya lebih besar ketimbang memviralkan melalui konten di media sosial. Memakmurkan dalam konteks jangka pendek di antara terus membludaknya pengunjung, lebih fokus menjaga kesucian masjid sebagai tempat beribadah, sehingga euphoria pengunjung yang cenderung berwisata ria harus dilayani dengan baik dalam bingkai wisata Islami. Lingkungan Masjid Al-Jabbar harus berbasis wisata syariah yang menggembirakan dan membahagiakan pengunjung, pedagang, dan masyarakat setempat, tetapi bernilai ibadah.
Harus digagas desain wisata ibadah yang tidak lekang oleh waktu dan tidak habis oleh zaman, tidak cepat menjemukan. Arsitektur Al-Jabbar indah luar biasa, tetapi sampai kapan keindahan itu bertahan. Masjid terapung memang langka, tetapi kelangkaan hanya aneh pada awal saja. Ada perumahan elit dan GBLA untuk olahraga, tetapi itu pun hanya bumbu kekaguman yang cenderung tidak bertahan lama.
Banyak kisah masjid megah, indah, dan mengagumkan, tetapi akhirnya hanya penuh Jum’at atau Lebaran saja. Banyak juga kisah masjid yang tetap ramai pengunjung sepanjang masa karena karomah ulama jumhur, sejarah perjuangan umat, berada di pesantren besar, aktivitas komprehensif kajian keagamaan atau letaknya di jantung kota. Masjid-masjid tersebut tidak pernah sepi jamaah karena kecintaan terhadap ulama, ikatan batin terhadap sejarah, santri dan cendekiawan yang haus ilmu, dan penduduk yang padat Islami. ***
Mahi M. Hikmat, Dosen UIN Sunan Gunung Djati, Pengurus ISKI, IPHI, dan ICMI Jawa Barat.
Sumber, Pikiran Rakyat 15 Februari 2023