Haji dan Kemerdekaan Hakiki


(UINSGD.AC.ID)-Buya Hamka, seorang cerdik cendikia nusantara, pernah berkata;  “kemerdekaan suatu bangsa dapat dijamin teguh berdiri, manakala berpangkal pada kemerdekaan jiwa”. Putra dari Haji Rasul ini seolah ingin mengatakan, “Bila bangsa ingin merdeka sepenuhnya, maka merdekakanlah jiwa rakyatnya”. Karena itu, diantara goresan pena WR. Supratman dalam lagu kebangsaan Indonesa, dihujamkan kalimat “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”.

Untuk kepentingan membangun jiwa, sejak kelahirannya dan melalui keotentikan ajarannya, Islam mengajak seluruh umat manusia untuk hati-hati dan waspada terhadap segala hal yang bisa menjajah jiwa. Dalam sudut pandang Islam, jiwa manusia akan terjajah, manakala anasir-anasir syaithoniyah mengelola dan menghegemoni diri sepenuhnya.

Manakala jiwa terjajah oleh anasir-anasir syaithoniyah, maka dengan leluasa setan akan menjerumuskan manusia pada ragam perilaku yang bisa melemparkannya diri dari kemerdekaan jiwa. Diantara perilaku itu adalah;  al-‘ajzi, yakni hilangnya kekuatan untuk berbuat baik. Al-kasali, hidup dinaungi kemalasan teramat sangat.

Al-jubni, hidup dalam bayang-bayang ketakutan untuk bergerak dan berjuang. Al-harami, abadi dalam keburukan, hingga sampai tua renta masih cinta berbuat dosa. Perilaku bahaya lainnya adalah al-bukhli, yakni kikir dalam berderma.

Untuk kepentingan kemerdekaan jiwa dari ragam perilaku yang bisa menjajahnya, dalam HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706. Rasululah Saw, mengajaran sebait do’a, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan (takut berbuat baik), rasa malas, rasa takut (berbuat baik), kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian.”

Sebagai penyempura keimanan dan keislaman, ibadah haji mengkondisikan setiap jemaah dalam habituasi rohani yang merdeka dari anasir-ansir syaithoniyah. Pada aspek yang dirukunkan, diwajbkan, disunatkan dan difadilahkan, ibadah haji mengkondisikan jiwa jemaah untuk memiliki spirit dan inner energy kontestasi dalam kebaikan, bergerak dinamis dalam ketaan, dan tekad yang bulat untuk kampanye berperang melawan setan. 

Tidak hanya itu, ketika mengawali ibadah haji, setiap jemaah dihajatkan untuk lurus dan tulus dalam niat. Allah harus menjadi fokus dalam keseluruhan tangga ritual haji. Sebagaimana Allah ingatkan, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah..” (Qs. Al-Baqarah: 196). Bila sampai pada kutub itu, setiap jemaah akan merdeka dari segala hegemoni dan belenggu setan. Mereka akan terhindar dari; al-‘ajzi, al-jubni, al-kasali, al-harami, dan al-bukhli. Mereka merdeka, bebas untuk memproduksi, mereproduksi dan mendistribusikan ragam kebaikan.

Kemerdekaan sejati melalui ibadah haji sangat niscaya didapatkan. Sebab dalam keikhlasan yang ditopang dengan spirit kontestasi dalam kebaikan, bergerak dinamis dalam ketaan, dan bangkitnya tekad yang bulat untuk berperang melawan setan.  Sebagai musuh abadi, setan tidak memiliki kekuatan untuk mengoda dan menyentuhnya.

Dalam Qs. Shad ayat 82, setan memberi pengakuan, “Demi kuasa-Mu ya Rabb, Aku akan terus menyesatkan ummat manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas”. Dalam petunjuk ayat ini, setan tidak memiliki kekuatan sama sekali untuk menghegemoni, menjajah, bahkan untuk menyentuh sekalipun orang-orang Ikhlas.

Dalam hiruk pikuk memperingati kemerdekaan, setiap jamaah haji sejatinya telah bebas dari anasir-anasir syaithoniyah yang membelenggu, menghegemoni dan menjajahnya. Dengan begitu, ia bebas untuk berkonstribusi melalui ragam kebaikan untuk membangun NKRI menjadi baldah thoyyibah yang dinaungi ampunan Allah. Semoga.

Dr Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 23 Agustus 2022


WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *