Hari Arafah dan Iktiraf

(UINSGD.AC.ID)-Hanya dalam hitungan beberapa hari ke depan, seluruh jemaah haji dari setiap penjuru bumi akan melaksanakan wuquf di padang Arafah. Sebuah tangga ritual yang diyakinkan Rasulullah sebagai esensi ibadah haji. Karena, “Al-Hajju Arafah”, haji itu adalah wukuf di Arafah.

Untuk ibadah yang menjadi rukun haji ini, pemerintah Arab Saudi, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengkondisikan semua jemaah haji, agar pada tangal 9 Dzulhijjah, semuanya berada di area padang Arafah. Tanpa kecuali jemaah yang sakit parah sekalipun, dengan menggunakan ambulan mereka akan disafari wukufkan untuk berada di padang Arafah. Hal ini niscaya dilakukan, sebab tidak sah ibadah haji saja seseorang apabila ditanggal 9 Dzulhijjah tidak melakukan wukuf d padang Arafah.

Dalam simpulan ulama tasawuf, wukuf adalah menghentikan seluruh aktifitas jasmani dan menghidupkan aktivitas ruhani. Kegiatan ruhani dalam ibadah wukuf diaktifasi dengan i’tiraf, yakni mengakui dengan tulus kedhzaliman yang diproduksi dan direproduksi oleh diri. Menyertai itu, lahir pula penyesalan yang mendalam serta i’tikad untuk tidak berbuat dzhalim lagi. Iktiraf menjadi hal yang niscaya dilakukan ketika berada di padang Arafah. Sebab Arafah dan Iktiraf laksana sekeping uang koin dengan dua mata uang yang berbeda yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.

Pada ujungnya, Iktiraf di padang Arafah membawa harapan agar seluruh jemaah bertemu dengan rahmat Allah. Sebab esensi ibadah haji, sebagaimana disimpulkan para ulama, adalah perjalan bertemu dengan rahmat Allah. Yakni cinta dan kasih sayang Allah, digugurkan dosa-dosa dan dipertemukan dengan surga. Tanpa rahmat Allah, siapapun diyakinkan Allah akan menjadi orang-orang yang rugi.

Sekaitan dengan itu, diinformasikan Allah dalam Al-Qur’an. ketika Baginda Adam dan Ibunda Hawa melanggar larangan Allah, mereka berdua Allah turunkan dari surga ke dunia. Menurut sebagian catatan sejarah, Adam Allah turunkan di India sedangkan Hawa Allah turunkan di Jeddah.
Pada posisi itu, Adam dan Hawa dihinggapi kesedihan yang bercampur dengan takut yang tiada tara. Disimpulkan demikian, biasanya di surga mereka kumpul bersama, selalu bertemu dengan Allah, dan ditemani para malaikat. Sementara saat itu mereka harus berpisah dan hidup seorang diri.

Saat itu mereka menyesal teramat dalam. Kemudian mereka getarkan dalam hati mereka, sebait kalaimat Iktiraf sebagaimana Allah sebutkan dalam Qs. Al-A’raf ayat ayat 23, Rabbana dzholamna anfusana waillam taghfirlana watarhamna lanakunanna minalkhosirin, “Ya Tuhan kami, sungguh kami telah berbuat aniaya pada diri kami, bila Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami. Niscaya kami akan menjadi orang-orang yang rugi”.

Dengan penuh pengharapan, ketulusan dan penyesalan. Kalimat Iktiraf itu mereka hidupkan dalam hati. Karena itu, Allah membimbing Adam dan Hawa untuk melakukan perjalan suci sebagai bentuk mensucikan diri menuju tanah suci. Di ujung perjalan, mereka berdua Allah pertemukan di salah satu bukit yang berada di padang Arafah, yakni jabal rahmah.

Untuk pertemuan dengan rahmat Allah, dalam suasana wukuf di padang Arafah, setiap jemaah sejatinya menghidupkan ruhani dengan mengakui sejumlah kedzhaliman diri, kemudian menyesali setulus hati dan mengharap ampunan Ilahi serta bertekad untuk tidak mengulangi. Dalam puncak wukuf seperti ini, cinta dan kasih sayang, ampunan, dan surga, telah siap menanti.

Aang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 28 Juni 2022

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *