FSH Gelar Seminar Nasional Paradigma Moderasi Beragama

(UINSGD.AC.ID)-Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof Dr H Mahmud MSi, CSEE membuka Seminar Nasional “Paradigma Moderasi Beragama di Kalangan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum (FSH)” yang berlangsung di Puri Khatulistiwa Jatinangor Sumedang, Rabu (03/11/2021).

Prof Dr H Afif Muhammad MA (Dekan Fakultas Agama Islam UMBandung), Prof Dr H Muhammad Ali Ramdhani (Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI) tampil jadi narasumber Seminar Nasional Paradigma Moderasi Beragama.

Dalam sambutannya, Rektor menyampaikan keberadaan Rumah Beragama UIN SGD Bandung yang diresmikan pada 26 November 2019, dengan harapan Rumah Moderasi Beragama menjadi garda terdepan dalam mengawal dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama di UIN SGD Bandung.

“Saya atas nama pimpinan sangat mengapresiasi atas inisiatif FSH dalam menyelenggarakan Seminar Nasional Paradigma Moderasi Beragama. Karena Rumah Moderasi Beragama telah bersinergi dengan pihak-pihak eksternal dalam berbagai aspek baik penguatan jejaring, riset, maupun pendidikan,” tegasnya.

Prof. Mahmud menegaskan vitalnya peran dosen dan seluruh elemen sivitas akademika PTKI sebagai agen moderasi beragama. “Indonesia dapat menjadi negeri yang aman, tentram, dan nyaman tetapi agama tetap punya eksistensi. Kehadiran rumah moderasi beragama UIN SGD Bandung tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam, akan tetapi juga umat agama lain karena potensi adanya ketidakmoderatan ada pula di agama lain,” jelasnya.

Dekan FSH Prof Dr Fauzan Ali Rasyid MSi, menjelaskan Seminar Nasional Paradigma Moderasi Beragama ini dilakukan secara hibrid, luring untuk dosen yang hadir di Puri Khatulistiwa dan daring untuk mahasiswa melalui aplikasi zoom meeting yang diikuti sekitar 1.000 orang.

Dekan FSH menegaskan Seminar Nasional ini secara khusus untuk mahasiswa FSH semester 3, 5, 7 agar menguatkan dan mengimplementasikan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Prof Fauzan menuturkan prinsip dan indikator moderasi beragama menjadi sesuai yang mesti dedikasi dan disosialisasikan kepada para mahasiswa untuk menangkal paham radikalisme.

“Mahasiswa sebagai kader muda duta penguatan moderasi beragama sangat diperlukan untuk memutus mata rantai radikalisme, dan pembangunan karakter harmoni di Indonesia,” tegas Prof Fauzan.

Prof Dr Afif Muhammad MA. menyampaikan bahwa moderasi merupakan kunci untuk bisa hidup berdampingan dengan masyarakat yang berbeda suku, agama, dan budaya ini. “Moderasi beragama mengedepankan untuk bersikap adil, sesuai dengan tempatnya, dan tidak melebih-lebihkan, serta tidak perlu mencampuri urusan agama lain,” tegas Prof Afif.

Dengan terselenggaranya Seminar Nasional ini, diharapkan tercapainya kesepahaman diantara civitas akademik FSH mengenai moderasi beragama. “Mahasiswa sebagai agen perubahan, diharapkan dapat menerapkan pemikiran moderasi beragama dalam kesehariannya, sekaligus mengedukasi masyarakat mengenai moderasi beragama,” tutur Prof Afif.

Dirjen Pendis menjelaskan dalam konteks keislaman dan keindonesiaan, keluarga besar Kementerian Agama RI telah menetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Agama sebagai bagian dari implementasi RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2020-2024, bahwa Moderasi Beragama merupakan komitmen untuk terus kita kawal bersama.

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama, yang senantiasa melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

“Ingat, yang kita moderasikan bukan agamanya, sebab agama itu sendiri sudah moderat. Yang kita moderasikan adalah cara pandang, sikap, dan mempraktekkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, yang kita gunakan adalah term moderasi beragama, bukan moderasi agama,” tandas Prof Dhani.

Bagi Prof Dhani, sekurang-kurangnya terdapat empat ciri dari moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi. Komitmen kebangsaan diwujudkan dengan penerimaan dan komitmen terhadap prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 serta berbagai regulasi turunannya. Komitmen kebangsaan dapat diterjemahkan sebagai cinta tanah air.

Moderasi beragama juga mempersyaratkan adanya toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan dan memberi ruang pada orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, menyampaikan pendapat, menghargai kesetaraan, dan bersedia untuk bekerjasama. “Moderasi beragama harus dilakukan dengan cara anti-kekerasan, yakni menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Moderasi beragama juga memastikan adanya penerimaan dan ramah terhadap tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama,” pungkas Prof Dhani.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *