Akhir-akhir ini berita penyebaran virus corona (COVID-19) begitu mengharubirukan dunia maya dan menghiasi berita-berita media massa, baik cetak maupun elektronik, dan wabah virus yang menyerang seluruh negara di dunia ini belum ditemukan tanda-tanda mereda.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ahli untuk menangkal virus ini, tapi sampai hari ini belum ditemukan kepastian obatnya.
Usaha penyembuhan dari virus corona tidak hanya dilakukan oleh para ahli virus dan ahli pharmasi, tetapi juga oleh para ahli agama atau tokoh-tokoh pemikir Muslim.
Yang disebutkan terakhir itu, yakni tokoh-tokoh pemikir cukup menarik ketika mereka menyimpulkan adanya tawaran bahwa virus corona bisa dicegah penyebarannya dengan “wudhu”.
Persoalan yang menarik adalah ada apa dengan wudhu sehingga bisa mencegah penyebaran virus yang jahat itu?.
Istilah “wudhu” berasal dari kata “wadha’a” yang artinya adalah kebaikan, kebersihan, dan keindahan (lihat: Kitab al-Shihah Tâj al-llughoh wa Shihâhul Arabiyyah, Jilid 1, hal. 80).
Selanjutnya dalam kitab ‘Ain dan kitab Lisânul Arab dijelaskan bahwa sebelum Islam diturunkan tidak dikenal istilah “wudhu” (dengan baris dhomah di huruf waw-nya).
Apa yang dikenal dalam percakapan orang Arab jahiliyah sehari-hari sebelum Islam datang adalah “wadhu” (baris fathah pada huruf waw-nya) yang berarti alat untuk bersuci, yakni air (lihat: Kitab Lisânul Arab, jilid 1, hal. 194).
Kemudian ketika Islam turun, barulah orang Arab mengenal istilah “wudhu” (baris dhommah pada huruf waw-nya) yang maksudnya pekerjaan untuk bersuci.
Jadilah istilah wudhu sebagai istilah syar’i yang datang sebagai syariat Islam untuk mensucikan diri ketika hendak melaksanakan shalat.
Tegasnya istilah “wudhu” menjadi istilah syariat yang datang bersamaan turunnya Islam dan dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Abdurrahman dalam Syarh Umdatul Ahkam bahwa kata wudhu adalah kata yang bersifat syar’i dan tidak di ketahui oleh orang-orang Arab sebelum datangnya Islam.
Oleh karena itu kata wudhu adalah kata yang ada karena datangnya Islam, dan sejak datangnya Islam itulah kata wudhu menjadi populer karena bersamaan dengan pekerjaan lima waktu sehari-hari, yakni melaksanakan shalat.
Selanjutnya perlu juga dijelaskan di sini bahwa kata wudhu menjadi populer dengan mengandung perluasan makna menjadi makna “indah” dan “bersinar”, sehingga jadilah wudhu didefinisikan menjadi “bersih, indah, dan bersinar”.
Mengapa istilah wudhu meluas dengan makna “indah dan bersinar”? Hal ini karena terkait dengan Hadits Rasul yang mengatakan “Antumul ghurrul muhajjalûn”, sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Saya mendengar Nabi SAW bersabda: “Pada hari kebangkitan nanti pengikut saya akan disebut ‘al-Ghurrul Muhajjalûn’ dari jejak wudhu dan siapa pun yang bisa meningkatkan wilayah pancaran cahayanya haruslah dilakukan (dengan melakukan wudhu secara teratur)”.
Kata wudhu terkait dengan “ghurrul muhajjalûn” itu dikarenakan orang yang berwudhu akan memperoleh keindahan di dunia dan keindahan di akhirat. Keindahan di akhirat biasa dikenal dengan “ghurrul muhajjalûn” yang artinya adalah keindahan yang tampak sangat memancar karena adanya bekas wudhu.
Disamping mengandung makna “ghurrul muhajjalûn”, ternyata ada tambahan kandungan makna lagi dengan “bersinar”.
Tambahan makna “bersinar” itu karena kata wudhu memiliki derivasi makna dengan akar kata dari “dho’u” (sinar) seperti pada kata: “dho’u al-syamsi” (sinar matahari). Oleh karena itulah orang yang berwudhu adalah orang yang “bersih, indah, dan bersinar”.
Lantas apa kaitannya wudhu itu dengan virus corona (COVID-19)? Sebagaimana kita ketahui informasi bahwa vius corona itu, berdasarkan pendapat para pakar virus, bermula muncul dan berkembang di wilayah Wuhan China yang masyarakatnya terbiasa mengkonsumsi makanan dari hewan dan binatang melata yang diharamkan dalam Islam.
Binatang buas, serangga, dan binatang melata diperjualbelikan secara bebas di Wuhan. Ada daging ular, kelelawar, tikus, kalajengking, babi, anjing, srigala dan lain-lain diperjual belikan di sana untuk dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Kesimpulan para peneliti virus adalah bahwa dari binatang-binatang seperti itulah virus Corona muncul dan berkembang ke seluruh dunia.
Dalam ajaran Islam kita mengenal bahwa binatang-binatang dan makhluk melata itu diharamkan syari’at.
Konteks keharaman itu bisa dideteksi dan dianalisa dari jenis binatang buas dan atau menjijikan yang terbiasa hidup dalam alam yang sangat kotor. Alam kotor yang dimaksud di sini bisa dipahami bukan sekedar alam fisik, tetapi juga secara alam non fisik (psikis).
Alam fisik adalah kotoran yang menjijikan, najis, bau, dan sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Sedangkan kotoran dalam makna non fisik (psikis) adalah kotoran jiwa berupa perilaku kebinatangannya. Perilaku kotor binatang misalnya bisa dilihat dari perilaku yang suka menerkam, menyengat, menyembur, menggigit, mencabik, mencengkram, dan mengerat.
Binatang-binatang buas dan melata itu biasanya menerkam dengan kejamnya, menyengat mengeluarkan racun, menyembur dengan mendesiskan bisa, menggigit dan mengerat dengan gigi-gigi tajam yang mengandung enzim racun/bisa yang mematikan, serta mencakar dan menyambar dengan kuku-kuku tajam dan kuku kotornya.
Ketika kondisi fisik (kotoran nyata) dan psikis (kotoran sifat kebinatangan) itu berbaur menjadi satu, maka akan muncul atau lahir kotoran-kotoran yang dapat menumbuhkembangkan virus Corona atau penyakit lainnya.
Dalam konteks itulah kemudian air yang dipakai untuk berwudhu sesungguhnya merupakan air yang bersih, suci dan menyucikan sebagai gabungan antara “air fisik” dengan “air suci”.
Air fisik itu menjadi suci dan menyucikan karena sudah dibacakan lafazh-lafazh atau asma-asma Allah, dibacakan lafazh niat yang suci, dan dido’akan dengan lafazh-lafazh ikhlas karena Allah.
Inilah yang akan menjadi “energi fisik” dan “energi spiritual” yang bisa mematikan virus Corona. Energi fisik yang terkandung dalam air suci untuk berwudhu sesungguhnya dapat berfungsi membersihkan kotoran lahir yang menjadi tempat populasinya virus corona.
Sementara itu energi spiritual/bathin adalah mematikan sifat-sifat dan perilaku kebinatangan dan perilaku kemelataan yang menjadi sumber munculnya virus Corona seperti dijelaskan di atas.
Ini tentunya menjadi klop antara energi fisik dan energi spiritual yang bergabung mematikan virus Corona.
Kalau sekedar air biasa (bukan air untuk berwudhu atau bersuci), di China (Wu Han) pun sesunguhnya pasti banyak air, tetapi berbeda dengan air wudhu yang suci menyucikan dan sudah memiliki “kekuatan energi spiritual” yang sangat besar.
Itulah makanya istilah wudhu yang dimaknai sebagai “bersih, indah, dan bersinar” sesungguhnya dapat mencegah dan menghilangkan virus Corona. Untuk itu dalam protokol pencegahan menyebarnya virus Corona selalu dianjurkan menjaga kebersihan dan sering mencuci tangan.
Dalam kaitan ini, bagi ummat Islam tentunya menjadi sangat signifikan jika protokol kesehatan itu ditambah dengan berwudhu yang di dalamnya mengandung energi spiritual, dan energi tersebut sangat efektif untuk mencegah dan menghilangkan virus Corona. Semoga.
Prof. Dr. H. Muhtar Solihin, M.Ag. adalah Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung dan Wakil Kordinator-1 Kepertais Wilayah II Jawa Barat-Banten
Sumber, Antara Banten Minggu, 24 Mei 2020 1:40