[uinsgd.ac.id] Sebelas anggota Komunitas Anak Tangga bertemu dan berdiskusi mengenai jurnalis bersama Andreas Harsono dalam kunjungannya ke Yayasan Pantau, Jakarta, Sabtu (07/01). Diskusi ini merupakan kegiatan rutin Komunitas Anak Tangga yang terdiri dari mahasiswa Jurnalistik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.“Kami memenuhi undangan dari Andreas Harsono untuk datang ke Pantau. Memang dari dulu pengen banget diskusi sama AH cuma baru sekarang kesampaiannya,” ujar Kepala Suku Komunitas Anak Tangga, Indra Nugraha.Andreas Harsono adalah salah satu pendiri Yayasan Pantau dan sempat memimpin selama 8 tahun, ia juga mantan wartawan The Jakarta Post, The Nation (Bangkok), The Star (Kuala Lumpur) dan Pantau (Jakarta). Ia juga menulis buku berjudul A9ama Saya Adalah Jurnalisme, penyunting buku Jurnalisme Sastrawi : antologi Liputan Mendalam dan Memikat serta buku terjemahan Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach dan Rosenstiel.“Andreas Harsono punya banyak sekali pengalaman di dunia jurnalisme, dia seorang jurnalis yang idealis, menjunjung tinggi independensi, patut dijadikan tauladan bagi kita calon jurnalis. Terlebih dia pernah terpilih menjadi penerima Nieman Fellowship on jurnalism dari Harvard. Dia pribadi bisa dijadikan panutan. Banyak hal yang bisa dipelajari dari beliau, terutama soal idealisme dan independensi seorang jurnalis yang bimbang diantara dua pilihan ketika berada di media mainstream, dan Andreas menjawab hal itu dengan satu kata. Mundur,” ungkap Indra.Dalam pertemuan yang berlangsung selama empat jam tersebut, Andreas Harsono ditemani Philip Jacobius dari Northwestern University yang bekerja di The Jakarta Globe, Imam Shofwan, salah seorang penggiat di Yayasan Pantau ikut juga menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak Komunitas Anak Tangga mengenai isu-isu dunia Jurnalistik khususnya di Indonesia. Andreas Harsono pun sempat memaparkan secara singkat tentang penulisan, dari penulisan dengan struktur piramida terbalik, penulisan feature hingga materi penulisan narasi.“Ujian paling berat bagi seorang wartawan adalah memberitakan wartawan. Dan Wartawan yang baik tidak hanya mencari informasi dan memberitakannya, tetapi wartawan memiliki kewajiban sebagai agregator,” ujar Andreas Harsono di tengah-tengah diskusi. “Wartawan yang baik juga turut membantu masyarakat untuk mengambil keputusan,” tambah Imam Shofwan yang juga pernah bekerja di majalah Syirah.Gilang, mahasiswa Jurnalistik semester 1 salah satu anggota Komunitas Anak Tangga yang ikut dalam kunjungaan tersebut ikut berkomentar. “Bertemu dan berdiskusi langsung dengan Andreas memberikan saya persfektif baru tentang jurnalisme dan menyemangati saya untuk terus mendalaminya,” ujarnya dengan antusias.Ucapan hampir serupa diungkapan Faisal, mahasiswa Jurnalistik semester 6. “Andreas membuat kita termotivasi dan terinspirasi untuk menjadi jurnalis yang baik,” ucapnya saat diwawancarai seusai diskusi.Diskusi tersebut diakhiri dengan penandatangan buku karya Andreas Harsono dan foto bersama.[] Iqbal Tawakal, Riska-Magang/SUAKA
Diskusi Bersama Andreas Harsono
WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter
Artikel Populer
-
-
5 Februari 2020 Dekan, Kolom Pimpinan
-
18 Desember 2019 Dekan, Kolom Pimpinan
Inspiratif
Pojok Rektor
Berita Utama
-
Umrah dan Dakwah di Media Sosial
22 November 2024 -
Pentingnya Penguatan Literasi Fikih Zakat untuk Amil yang Inovatif
21 November 2024 -
Fesqu 2024 Dibuka: Menggapai Kebersamaan dengan Seni dan Al-Qur’an
20 November 2024 -
Selamat! 37.849 Peserta Lulus SKD Calon PNS Kementerian Agama 2024
19 November 2024
Inspiratif
-
8 Rahasia Lulus Tepat Waktu dengan Segudang Prestasi
15 September 2024