5 Cara Mudah Baca Kitab Kuning. Calon Maba Wajib Tahu!

Ilustrasi santriwati sedang membaca kitab kuning / foto Islam Ramah

UINSGD.AC.ID (Humas) — Kitab kuning merupakan kitab turats, yakni kitab warisan para ulama-ulama terdahulu yang menjadi transformasi pengetahuan dalam agama Islam.

Kitab kuning ditulis dengan huruf Arab dan tanpa harokat, atau lazim disebut dengan gundul. Sehingga bagi para pemula yang belum paham kaidah pembacaannya sekaligus artinya bisa dikatakan sangatlah susah.

Dilansir dari NU Online, Imam Mahmud, alumni  Pesantren Riyadlatul ‘Ulum Lampung Timur memberikan tips untuk mengatasi kesulitan membaca tulisan Arab tersebut bisa hilang ketika kita bisa mengamati beberapa hal utama yang menjadi pendorong untuk bisa belajar.

Berikut 5 cara yang bisa dijadikan pegangan, terutama bagi calon mahasiswa baru yang ingin melanjutkan kuliah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung wajib tahu. Diantaranya:

Pertama, niat. Untuk belajar sekaligus konsisten dalam memahami isi kandungan kitab kuning haruslah menanamkan niat sejak awal. Karena semua hal yang dibarengi dengan niat yang kuat akan mempermudah dalam memahami keilmuan yang sedang kita pelajari.

Kedua, mengusai ilmu nahwu dan sharaf. Menguasai kedua ilmu tersebut merupakan langkah pintu gerbang agar bisa membaca kitab kuning. Sebab, keduanya menjadi pedoman dasar dalam kaidah bahasa Arab. Jika dalam bahasa Inggris dinamakan dengan “grammar”. Salah satu kitab andalan para santri yang menjadi rujukan ilmu nahwu dan sharaf adalah kitab Al-Jurumiyah, Matan Matnul Al Bina dan Amtsilati Tasrifiyyah.

Ketiga, banyak membaca dan menghapal kosa kata bahasa Arab. Banyak menghapal kosa kata bahasa Arab memudahkan untuk segera bisa membaca kitab kuning. Bagian ini bisa dilakukan dengan banyak membaca dan mengartikannya. Metode menghapal paling gampang yakni membaca makna Arab sebanyak tujuh kali berulang-ulang, maka bacaan tersebut otomatis akan nempel sendiri di kepala. Contohnya lafadz abun yang berarti bapak. Jika lafadz abun dibaca tujuh kali, maka akan hapal dengan sendirinya.

Keempat, menjaga sanad keilmuan dengan bertawasul. Menjaga sanad keilmuan dengan cara bertawasul kepada sang pengarang kitab merupakan adabnya sorang santri ketika akan membaca atau menghafal kitab tersebut. Seperti memberikan fatihah kepada pengarang kitab Taqrib, Syekh Abu Suja. Dalam tradisi santri NU menjaga sanad keilmuan dengan tawassul merupakan bentuk penghormatan kepada ulama.

Kelima, lingkungan yang baik. Terkait dengan lingkungan yang baik, maka akan menciptakan kepribadian yang baik. Salah satu lingkungan yang baik yang bisa memotivasi untuk bisa membaca kitab kuning, yakni lingkungan pondok pesantren. Dengan tinggal di pesantren yang setiap harinya bertemu kitab kuning, maka akan menjadi habitat yang baik.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *