(UINSGD.AC.ID)-Tenaga Ahli Menteri Agama Hasanuddin Ali melihat bahwa Kementerian Agama akan menghadapi sejumlah isu di tahun 2023, salah satunya terkait intoleransi dan politik identitas. Keduanya berpotensi merenggangkan kerukunan umat beragama.
Kondisi ini tidak terlepas dari disrupsi digital dan berkembangnya narasi beragama yang eksklusif dan ekstrem di media massa mainstream dan media online.
“Saat ini marak umat beragama yang belajar agama secara instan lewat dunia digital, serta banyak munculnya penceramah agama yang tidak memiliki kapasitas keagamaan lalu dijadikan panutan oleh publik di dunia digital,” ujar Hasanuddin saat berbicara pada Sessi Evaluasi dan Strategi Penguatan Moderasi Beragama pada Rakernas Kementerian Agama yang berlangsung di Surabaya, Minggu (5/2/2023).
Hadir, 294 peserta dari unsur Pejabat Unit Eselon I dan II Kemenag Pusat, Pimpinan PTKN dan Kepala Kanwil Kemenag. Secara daring, hadir juga seluruh pimpinan satuan kerja dan jajarannya yang terdiri dari 514 Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, 17 Balai, 10 UPT Asrama Haji, 2.334 Madrasah Negeri dan KUA Kecamatan seluruh Indonesia.
“Transmisi paham keagamaan yang dipahami oleh dosen tidak merembes ke mahasiswa, karena pemahaman keagamaan mahasiswa lebih banyak masuk melalui konten-konten digital. Satu-satunya cara untuk bisa masuk ke anak-anak muda adalah selalu hadir di semua kanal media,” ujar Hasanuddin.
Merespon kondisi tersebut, Hasanuddin menawarkan tiga strategi untuk mengakselerasi penguatan moderasi beragama, yaitu:
1. Mengembangkan ekosistem Kemenag Muda dengan platform “creative lab” yang memungkinkan generasi muda Kemenag mengaktualisasikan ide dan gagasannya,
2. Menguasai narasi dunia digital dengan mengoptimalkan sinergi dan jejaring media internal dalam memproduksi konten dan yang ramah generasi muda (Gen Z dan Milenial),
3. Memperkuat semangat One Institution Mentality dengan program-program kolaborasi antar Direktorat Jenderal dan satuan kerja di bawahnya.
Founder Wahid Institute, Alisa Wahid pada forum tersebut juga menyebut sejumlah tantangan implementasi Program Moderasi Beragama yang harus diantisipasi. Di antaranya, masih ada resistensi di internal Kemenag yang tidak satu selaras dalam memahami Moderasi Beragama, serta program-program yang orientasinya bukan ke masyarakat dan tidak menjawab persoalan di lapangan.