3 Prinsip dalam Membudayakan Teknologi dan Semangat Inovasi

1 November diperingati sebagai Hari Inovasi Indonesia. Foto/Freepik, RRI

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu (QS Al-Hujurat: 13).

UINSGD.AC.ID (Humas) — Hari ini, kita akan merenung bersama mengenai masa depan Islam di Indonesia. Seiring dengan tanggal 1 Nopember ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari peringatan Inovasi Indonesia (HII).

Tujuan utama dari peringatan Hari Inovasi Nasional meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inovasi dalam berbagai aspek kehidupan. Membudayakan semangat inovasi di kalangan masyarakat, mulai dari tingkat individu hingga institusi. Peringatan ini diharapkan juga dapat memfasilitasi terjadinya kolaborasi antara berbagai pihak, seperti pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan masyarakat, dalam mengembangkan inovasi.

Konsep Teknologi dan Inovasi dalam Al-Qur’an Di era globalisasi dan transisi ini, teknologi menjadi semakin vital. Secara umum, teknologi mencakup semua bakat, pengetahuan, seni, teknik, alat, dan proses yang diperlukan untuk menyusun aktivitas transformasi input-ke-output sepanjang waktu, yang seringkali direpresentasikan dalam kemampuan inovatif organisasi. Sekalipun teknologi lebih sering diasosiasikan dengan barbarisme, bukan berarti Islam harus peduli dengan ungkapan tersebut.

Sebelumnya, pada masa perang Khandak, Nabi Muhammad telah menggunakan teknologi perang Persia, menggali parit yang mengelilingi Madinah bersama para sahabatnya. Selain itu, penemuan meriam pertama di bawah pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih pada saat penaklukan Konstantinopel. Bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi maju pesat selama periode tersebut. Ini karena Islam mendorong dan menuntut penggunaan apa pun yang Allah SWT ciptakan di planet ini untuk kemaslahatan umat. Firman Allh SWT. dalam Al-Quran surah Luqman; 20.

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ
Artinya: “Tidakkan kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu. Dia (juga) menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin untukmu. Akan tetapi, di antara manusia ada yang membantah (keesaan) Allah tanpa (berdasarkan) ilmu, petunjuk, dan kitab suci yang menerangi.” (Q.S. Luqman [31]:20).

Konsep “teknologi” dan “inovasi” memang tidak secara langsung disebutkan dalam al-Qur’an, sebagaimana dalam konteks saat ini. Namun, dengan pemahaman dan penafsiran yang lebih jauh, terdapat berbagai ayat dan petunjuk dalam al-Qur’an yang dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip teknologi dan inovasi, diantaranya:

Pertama, Pengetahuan dan Pembelajaran.
Al-Qur’an mendorong manusia untuk mempelajari hal-hal baru dan memperluas perspektif mereka. Allah memerintahkan manusia dengan pena dalam (Q.S. al-‘Alaq [96]:1-5), mengajarkan mereka sesuatu yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Ini menyoroti pentingnya pembelajaran dan penemuan baru dalam kemajuan umat manusia.

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan menausia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq/96:1-5)

Makna istilah iqra’ yang pertama adalah menghimpun. Istilah ini mencakup berbagai konsep, termasuk menyampaikan, mempelajari, menyelidiki, mempelajari ciri-ciri sesuatu, dan membaca, baik teks maupun non-teks. Menariknya, ayat ini tidak menyebutkan objek yang akan dibaca, menyiratkan bahwa al-Qur’an menginginkan para pengikutnya untuk membaca apa pun selama berada di koridor bismi rabbik (dengan nama tuhanmu). Qurais Syihab memandang. Iqra’ adalah mempelajari, meneliti, mendalami, dan memahami ciri-ciri sesuatu: alam, tanda-tanda zaman, sejarah, dan diri sendiri, baik tertulis maupun tidak. Akibatnya, objek perintah iqra’ mencakup semua yang dapat diakses.

Kedua, Penemuan dan Manfaat bagi Manusia.
Beberapa bagian ayat-ayat al-Qur’an mengacu pada teknologi atau produk yang membantu manusia. Seperti surat An-Nahl (16:14), yakni:

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “Dialah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl [16]:14).

Makna dari ayat di atas, Ash-Shiddiqiey, menjelaskan bahwa: “Allah SWT telah mengendalikan air untuk kita, yang memungkinkan untuk berlayar dan mengirimkan produk ke tujuan. Ketika melihat perahu penuh dengan barang dagangan berlayar melintasi permukaan laut seolah-olah pulau kecil, selalu bolak-balik dari satu bangsa ke bangsa lain membawa semua keinginan dan keinginan manusia. Agar kamu mencari keutamaan dan rizki Allah dengan menaiki kapal untuk niaga, baik ekspor maupun impor, serta kebutuhan lainnya”.

Untuk itu ayat ini menekankan pentingnya bersyukur kepada Allah SWT atas karunia yang Dia berikan kepada manusia, serta pentingnya menggunakan sumber daya alam dengan hati-hati. Temuan dan kelebihan yang disebutkan Allah dalam ayat ini menunjukkan kemurahan dan kebijaksanaan-Nya sebagai Pencipta Yang Maha Esa.

Ketiga, Perintah untuk Berfikir dan Merenung.
Banyak ayat dalam al-Qur’an yang secara langsung atau tidak langsung mengarah pada kegiatan ilmiah dan kemajuan ilmu pengetahuan, seperti perintah untuk merenung, menalar, dan sebagainya. Misalnya, istilah ‘aql (akal) yang muncul 49 kali dalam al-Qur’an, sekali dalam bentuk lampau dan 48 kali dalam bentuk sekarang. Al-Qur’an sering mengajak manusia untuk merenungkan makna firman-Nya dan mempelajari alam semesta.

Ilmuwan muslim melakukan penelitian dalam rangka ridha Allah SWT, sebagai bagian dari menjalankan petunjuk-Nya. Mereka dimotivasi oleh ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong mereka untuk berefleksi, merenung, dan menyesuaikan diri dengan objek dan kejadian di sekitar mereka. Hal ini, menyoroti pentingnya pemikiran kritis dan pengamatan dalam memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang alam dan mengembangkan inovasi sebagai solusi baru untuk masalah.

Penting untuk diingat bahwa al-Qur’an adalah pedoman spiritual dan moral bagi umat manusia sekaligus menafsirkan pengertian-pengertian teknologi dan inovasi di dalamnya. Meskipun al-Qur’an tidak secara khusus membahas tentang teknologi modern seperti komputer, internet, atau smartphone, namun nilai-nilai dan prinsip-prinsip al-Qur’an dapat menjadi landasan etis untuk berinovasi atau mengembangkan dan menggunakan teknologi secara bijak untuk kemaslahatan umat manusia, alam semesta secara keseluruhan. Wallahu A’lam.

A. Rusdiana, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *